Sen(iman)

img_20181214_125654_687-346090599.jpg

Senin, 3 Desember 2018

Dua bulan sudah terlewati tanpa melukis, di bulan paling bungsu dari keluarga bulan -Ber. Gw coba untuk menyelesaikan permintaan salah satu penggiat literasi, dengan memberikan lukisan untuk mengisi salah satu sudut rumah baca beliau. Semoga Karya di atas, sedikit banyak berarti untuk dunia literasi Indonesia.

Malam hari satu sahabat datang ke rumah, kemudian bercerita banyak tentang hidupnya. Namanya Dion, lengkapnya Dionsyian Al Rumi. *Satu waktu, gw akan bercerita tentang sahabat gw yang satu ini.

“pagi ini saya terbangun pukul 11.00, Terlalu siang untuk dibilang pagi dan terlalu pagi untuk dibilang siang. Mata penuh belek dan badan merasa letih yang menandakan bahwa saya sangat kelelahan beberapa hari belakangan. kelihatannya butuh beberapa hari untuk beristirahat setelah melewati proses pembuatan buku yang menguras banyak energi saya. *Dion berhenti sejenak, meneguk air yang telah ada di meja. Kemudian melanjutkan ceritanya

Pagi itu status saya masih sama, tak memiliki status legal kontrak kerja. Di tahun 2018 tepat berumur 28 tahun dan sudah hampir dua tahun berjalan. Saya tak terlalu menyesali namun terkadang, seperti sekarang ini, perasaan kalut bisa saja menyerang dan maaf bila saya tiba-tiba datang ketempatmu. *Matanya memandang senduh ketika berkata maaf kepada saya.

Selama dua tahun saya melawan dunia, melawan semua alur yang ditasbihkan sebagian besar masyarakat dunia yang selalu bilang “begitulah hidup”. Tak ada yang bisa dan perlu untuk ditunjukan karena hal tersebut inmaterial/tak terlihat, namun saya merasakan ada yang terpenuhi dalam diri saya.

Kemudian saya teringat akan sesuatu fah… Sesuatu yang sering saya ucap dahulu yang kemudian saya lupakan. Yaitu doa agar dapat diberikan kesempatan berkarya dalam dunia seni rupa, yaa… saya pernah berdoa agar menjadi seniman.

Tahun ini saya berhasil mengikuti pameran, yang tidak tanggung- tanggung dilaksanakan di Galeri Nasional Indonesia. Tempat yang diinginkan oleh semua seniman, tempat yang menjadi poros perhelatan seni di Indonesia dan tempat yang tak saya sangka memiliki kesempatan melakukan pameran di sana.

*Dalam hati gw bilang, “Iya sih emang rasanya seneng banget pameran di GalNas, waktu itu gw juga ngerasain happynya tuh kyk apa, hehehe”

Setelah pameran itu saya bertemu dengan kawan- kawan, kata seniman terlontar banyak dari mulut kawan- kawan saya. Predikat ini sedikit memberatkan saya fah... namun, sedikit membuat saya bahagia. Banyak Pertanyaan selalu terlonar dari kawan- kawan yang penasaran dengan kehidupan saya.

Pagi tadi seperti yang tadi saya bilang fahmi… saya kalut dan amat frustasi karena tak mendapatkan status legal kontrak kerja, namun saat itu juga saya tersadar oleh pertanyaan saya sendiri.

“apakah Tuhan telah membukakan jalan untuk menjadi pelukis, namun kamu tak sadar dengan jalan yang telah dibukakan ini?”

Beberapa detik kami terdiam, tanpa banyak bicara.

Ga banyak saran yang gw kasih ke Dion, gw hanya mendengarkan. Kalimat tanya terakhir pun bukan pertanyaan yang diajukin buat gw, tapi sebuah kalimat tanya yang menjadi kalimat penyataan. Toh Dia cuma mau cerita aja.

Mungkin Dion lupa dengan konsep kepercayaan yang dianutnya, mengenai konsep bittersweet. Setelah kesulitan selalu ada kemudahan, sesuatu yang manis yang menanti setelahnya.

Andai aja tadi sempet mengutarakan tentang konsep bittersweet, mungkin sedikit masukan yang baik gw kasih untuk dibawa pulang dan dipikirkan kembali olehnya.

Saat menulis ini gw emang ga niat untuk masukin lagu dalam tulisan ini. Namun, semesta berkata lain dan memainkan perannya. Playlist di Youtube, secara random memutar lagu The verve – Bittersweet Symphony. Hemm, ada apakah ini, dari berbagai macam lagu kenapa lagu ini yang terputar??

Simpan semua pertanyaan- pertanyaan bila semua rumusan algoritma tak mampu melawan logika dari semesta.

Leave a comment